Tak Mau Jadi Sandwich Generation? Lakukan 4 Hal Ini

Sumber gambar: Pixabay

Halo. Perkenalkan namaku Ani (Bukan nama sebenarnya). Aku adalah seorang Dosen di Universitas Negeri di Bandung dan menyelesaikan Pendidikan Magister dan Doktorat ku di Luar Negeri.

Bagi kalian yang belum pernah mengenalku, pasti mengira bahwa aku sangatlah beruntung. Ya, untuk seseorang bisa mengenyam pendidikan tinggi hingga sampai bersekolah ke luar negeri bukanlah barang mudah. Sebagian dari kalian mungkin menganggap aku lahir dari orang tua kaya yang serba berkecukupan.

Nyatanya tidaklah begitu. Aku dibesarkan dari keluarga yang biasa-biasa saja. Tidak melarat, tidak juga super kaya. Penghasilan yang diterima orang tuaku cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Hidup kami berjalan normal. Semuanya terasa baik-baik saja sampai saat aku menginjak usia 25 tahun. Saat itu aku sedang ada di momen paling bahagia dalam hidup dimana aku baru menikah dan mengarungi bahtera awal awal pernikahan. Tak lama setelahnya, aku dan suami pun dikaruniai kelahiran anak pertama kami. Di saat yang sama, ayahku memasuki masa pensiunnya.

Berkaca pada pengalaman keluarga kami sebelumnya, aku pikir semuanya akan baik-baik saja. Toh Ayah dan Ibu selama ini tidak pernah kekurangan, terlebih lagi mengalami permasalahan finansial sulit. Tapi ternyata, apa yang aku lihat di permukaan hanya ilusi dari pucuk gunung es permasalahan yang sebenarnya belum aku ketahui selama ini.

Ternyata, ayahku selama ini memiliki kesulitan untuk merencanakan keuangan yang ia miliki. Sebagai tulang punggung keluarga, ayah merasa bahwa selama ia bebas menggunakan uang yang ia miliki. Ia tidak pernah memikirkan perencanaan keuangan jangka panjang. Jangankan mempersiapkan dana darurat, jumlah tabungan yang ia miliki pun pas-pasan.

Alhasil, demi menghidupi dirinya pasca pensiun, ayah pun harus menggerus uang pensiun yang ia dapatkan. Uang pensiun yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan produktif, terpaksa digunakan untuk kebutuhan konsumtif. Tidak lebih dari 3 tahun, uang itu habis.

Mau tidak mau, kondisi ini pun akhirnya berimbas pada diriku. Karena keterbatasan finansial yang dialami oleh orang tua, aku pun harus mendukung keadaan mereka. Setiap bulan, setidaknya aku harus menyisihkan lebih dari setengah pendapatanku untuk membantu Ayah dan Ibu. Lama-lama aku tau, inilah yang sering disebut orang sebagai Sandwich Generation.

Aku sempat merasakan susahnya menjadi Sandwich Generation yang harus menanggung hidup anak kecil dan orang tua ku tercinta. Dari kejadian tersebut, membukakan mataku bahwa betapa pentingnya perencanaan keuangan dalam keluarga.

Kondisi ini sempat membuatku down. Aku tidak tahu apa yang sebaiknya aku perbuat. Di satu sisi aku ingin memiliki kebebasan finansial untuk merencanakan kehidupan bersama suami. Tapi di sisi lain, aku pun tidak tega apabila harus meninggalkan ayah dan Ibu dalam kondisi seperti itu.

Sampai pada akhirnya, aku bertemu dengan seorang Ibu berusia 75 tahun yang tinggal sendirian di Bandung. Kita sebut saja Namanya Ibu Diana. Aku bertemu dengan Ibu Diana ketika aku sedang dalam perjalanan ke Bandung untuk tugas kantor.

Ibu Diana bercerita bahwa ia memiliki dua orang anak. Kedua anak Ibu Diana tinggal di Luar Negri, dan terkadang pulang ke Indonesia untuk menjenguk.

Dalam pertemuan, diskusi, dan ceritaku dengan Ibu Diana ternyata ada yang luar biasa sekali pelajaran menarik dari Ibu Diana, walaupun beliau sudah tidak muda lagi, pengetahuannya akan literasi keuangan sungguh luar biasa. Ibu Diana memiliki beberapa portofolio Investasi di berbagai macam insutrumen Investasi. Perbincanganku dengan Ibu Diana tak luput dari perbincangan terkait prospek saham perusahaan A, B, C, D, dan lain sebagainya.. Hal seperti inilah yang mungkin dapat ditiru oleh banyak orang.

Bagi kamu yang membaca ceritaku ini, aku berharap bahwa kamu tidak perlu merasakan pengalaman yang aku rasakan ini. Jika kamu masih berusia 20-30 tahun, akan sangat baik apabila kamu bisa memulai untuk mendekatkan diri lebih dekat ke orang tua masing-masing. Apalagi ketika orang tuamu itu sebentar lagi akan memasuki masa pensiun.

Teman-teman perlu berbicara dari hati ke hati. Perlu duduk bareng dan bicara secara jujur terkait keuangan orang tua dikala menjelang masa pensiun. Tak banyak yang berani berdiskusi akan hal ini dengan orang tua mereka begitupun sebaliknya tak banyak orang tua yang mau terbuka dengan anaknya akan hal financial pribadi mereka.

Nah lalu, hal-hal apa saja yang harus kamu diskusikan dengan orang tua agar tidak terjebak menjadi sandwich generation? Ada 4 poin penting yang dapat dijadikan pelajaran dan pegangan, yaitu :

  1. Pertama adalah duduk bareng lalu diskusikan keadaan yang sebenarnya terkait pensiun orang tua. Kalian harus mengetahui berapa pendapatan yang diterima orang tua serta berapa pengeluaran mereka sebulan/ Hal-hal benefits apa saja yang hilang disaat pensiun, mulai dari kendaraan kantor, uang makan, uang transport, Asisten Rumah Tangga, hingga Supir. Sebaiknya catat berapa asset yang mereka punya. Lalu hutang, dan kewajiban yang harus dibayarkan setiap bulannya seperti listrik rumah bulanan, air, pajak kendaraan bermotor, pajak rumah dan bangunan. Catat semua dan jangan sampai ada yang tertinggal.
  2. Kedua, Usahakan bahwa orang tua kamu memiliki Asuransi Kesehatan, hal ini sangat penting karena orang diusia lanjut, jika tidak pintar menjaga Kesehatan dan mengelola stress, akan lebih mudah terkena penyakit. Jika dulu saat bekerja, gaji dan posisi bagus, biasanya mendapatkan asuransi swasta dari Kantor tempat bekerja. Namun, ketika sudah pensiun, benefits asuransi tersebut akan berhenti. Usahakan jangan mengandalkan BPJS karena memang fasilitas yang didapatkan akan sangat berbeda jika menggunakan asuransi swasta.
  3. Ketiga, Diskusikan dengan baik kegiatan apa saja yang mau dilakukan orang tua saat pensiun. Tak jarang orang tua yang dulu punya posisi, berpotensi terkena post power syndrome jika tidak dapat memanage aktifitas dan mental dengan baik. Usahakan orang tua mulai mencari aktifitas positif seperti mengajar di sekolah atau kampus, membuat project kecil-kecilan hingga membuat bisnis rumahan. Karena tidak jarang banyak orang tua yang merasa shock dan stress Ketika mereka memasuki masa pensiun. Ketika dulu seorang Ayah yang sibuk bekerja dan jarang bertemu Ibu, Ketika pensiun dia akan banyak dirumah dan bertemu Ibu. Terkadang hal ini bisa  memunculkan ketegangan baru. Bahkan seorang Ibu dapat menjadi uring-uringan jika dulu yang hidup serba mewah, namun ketika Ayah pensiun uang belanja terpaksa harus dibatasi. Ayah yang dulu punya power sekarang tidak, beliau akan merasa tidak berguna dimata keluarganya. Sebagai anak kita harus mengerti hal tersebut.
  4. Poin Keempat, Harus memiliki Passive Income. Kita harus melek instrument keuangan, yaitu Investasi. orang tua dan anak harus mau belajar terkait perencanaan keuangan. Didalam perencanaan keuangan akan dipelajari terkait investasi, seperti deposito, saham, reksadana, properti. Bantu orang tua untuk menghitung resiko, modal, dan return on investment nya. Coba dihitung berapa living cost orang tua perbulannya untuk 2 tahun kedepan perlu berapa ? Contoh : misalnya orang tua perbulan butuh 7 juta perbulan untuk biaya hidup, maka perlu ada dana minimal 168 hingga 170 juta yang dapat dimasukkan kedalam deposito di Bank, atau misalnya mau dimasukkan ke instrument investasi lain yang lebih aman dan liquid yang mudah dicairkan. Coba juga pelajari terkait Reksadana dan Saham yang dapat memberikan keuntungan atau bunga lebih besar, namun jangan lupa juga perhatikan resiko nya. Karena prinsipnya adalah High Risk High Return.

Sebagai anak sudah sepatutnya kita dapat berbakti kepada orang tua. Kita pasti menginginkan orang tua kita hidup sehat dan Panjang umur agar mereka dapat menikmati bermain dengan cucu. Kita sebagai anak wajib membuat orang tua merasa berdaya dia hari tua nya. Mempersiapkan orang tua kita mempersiapkan masa pensiun adalah bentuk tanda cinta kita pada orang tua. Sebagai anak yang sayang sama orang tua, jangan sungkan untuk mendiskusikan hal ini karena kita lah anak mereka yang paling bertanggung jawab untuk mensejahterakan orang tua kita dimasa tua mereka.

 

Catatan Sumber Informasi:

Cerita diatas diadaptasi dari Thread di Twitter oleh Ibu Ersa Tri Wahyuni (@ErsaTriWahyuni), seorang Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unversitas Padjajaran, Bandung.